Malam hari di pusat kota sebelah timur, termenung dibawah lampu kuning. Ku masih
termangu. Menanti keputusan dari mulutmu, mengharapkan keadilan. Tak banyak
berkata kau hanya memberi isyarat, tanda perpisahan. Persis seperti kau menutup
pintu, memadamkan lampu teras. Kau menyerah, dan tak mau lagi berjuang.
Berjuang demi aku, kau dan kebahagiaan. Kuharap ini mimpi, sebelum akhirnya ku
sadar semua ini nyata.
Dalam hati,
dindingnya sudah menipis nyaris habis. Berjuta getir
kau luapkan, membuat mataku terbelalak. Menguras habis air mata yang tak
bersuara. Meronta ingin marah, tapi kepada siapa. Aku terlalu kebal untuk kau
maki, seolah nasihat sucimu tak kutanggapi. Maaf saja kurasa tak cukup, ingin
kubuktikan pernyesalanku namun kau tak memberi kesempatan lebih.
Saat memandang matamu untuk terakhir
kalinya, disitulah saat-saat aku sangat menyayangimu. Belum pernah seteduh ini
sebelumnya. Segera kau melengos buang muka menjauh. Dan tanganmu segera
terlepas dengan sendirinya dari genggamanku. Tak kurelakan, tapi ku tak kuat
menahan nya. Disinilah ku mulai tersadar, keretaku tak mampu membawamu ke
tujuan.

Puisinya bagus nih :)
BalasHapussaya bukan menyebutnya puisi sih sebetulnya, tapi apapun itu..
Hapushanya rontaan hati barangkali ^_^
mantappp!
BalasHapusmakasih ^_^
Hapus